Kamis, 13 Oktober 2011

Meriam Si Jagur, antara Mitos dan Sejarah

Meriam Si Jagur, antara Mitos dan Sejarah

LAMA tak terdengar kabarnya, Meriam Si Jagur yang dipajang di Museum Sejarah Jakarta ternyata tetap menarik perhatian pengunjung. Ternyata pula, banyak yang belum tahu riwayat benda bersejarah seberat 3,5 ton dengan panjang 3,85 meter dan diameter laras 25 sentimeter itu. Kok bisa-bisanya dimitoskan sebagai lambang kesuburan? Lho?!
Konon, meriam milik Portugis yang dibuat di Macao itu dibawa dari Malaka ke Batavia pada tahun 1641. "Sewaktu Belanda menyerang Portugis di Malaka, Portugis kalah dan Si Jagur dirampas kemudian dibawa ke Batavia," papar Ketua Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia Historia Asep Kambali.
Sejak itu, tidak pernah ada kabar apakah meriam masih dipakai atau hanya disimpan saja. Belanda sendiri kabarnya tidak pernah menggunakannya sebagai senjata setelah menang pertempuran.
Di Batavia, Si Jagur berkali- kali pindah tempat. Awalnya, Si Jagur diletakkan di Jembatan Gantung Kota Intan, dekat Hotel Batavia di Jalan Kali Besar Barat, Jakarta Barat. Jembatan Kota Intan sendiri juga merupakan tinggalan Belanda yang dibangun tahun 1628. Saat ini jembatan itu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dijadikan benda cagar budaya yang dilindungi.
Tidak ada penjelasan akurat mengapa sejak ditempatkan di sana, Si Jagur banyak didatangi peziarah yang berharap mendapat keturunan. Ada yang bilang, meriam itu menjadi lambang kesuburan. Mungkin, anggapan itu ada hubungannya dengan tulisan di meriam yang berbunyi "Ex me ipsa renata sum" yang artinya "Dari diriku sendiri, aku dilahirkan lagi".
Menurut warga di Jalan Kali Besar Barat, orang-orang yang belum mendapat keturunan kerap mendatangi jembatan dan memegang-megang bagian tertentu dari Si Jagur. Bagian itu adalah kepalan tangan kanan dengan jempol dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah.
"Mungkin, kepalan tangan ini yang dipikir menjadi simbol begituan sehingga dipercaya sebagai lambang kesuburan," kata pengunjung Museum Sejarah sambil terkikik-kikik.
Dari Jembatan Kota Intan, Si Jagur lalu dipindahkan ke Museum Nasional. Pada tahun 1968, meriam perunggu itu dipindahkan lagi ke Museum Wayang. Pada tahun 1974, kembali meriam dipindah ke Taman Fatahillah, di depan Museum Sejarah. Si Jagur kemudian menjadi tontonan warga sekitar. Taman Fatahillah pun makin ramai. Oleh karena itu, Kepala Museum Sejarah Jakarta Tinia Budiarti berinisiatif memindahkan lagi Si Jagur masuk ke dalam museum pada 24 November 2002.
"Sampai saat ini, Si Jagur masih tetap diminati pengunjung dan menjadi satu koleksi andalan museum. Setiap pengunjung yang datang, Si Jagur selalu kami perlihatkan, lengkap dengan riwayatnya," papar Tinia.
Ada lagi cerita lain tentang Si Jagur. "Katanya, Si Jagur punya jodoh, yaitu meriam lain yang saat ini berada di Keraton Solo dan berjenis kelamin perempuan. Katanya, kalau dua meriam itu disatukan, negara akan subur makmur dan tenteram. Namun, itu bagian mitos lainnya," ujar Kartum Setiawan, mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Indonesia.
Bahkan, menurut Asep, Meriam Si Jagur merupakan peleburan dari 7 meriam dan ditemukan di Kali Ciliwung dekat pasar ikan sebelum diletakkan di Jembatan Kota Intan. Bagian mana yang benar? (IVV)
Tambahan:
Pernah suatu ketika dahulu kala ada penjahat yang ketakutan ketika harus disumpah di depan Meriam si Jagur, hingga akhirnya ia mengaku atas perbuatannya karena takut celaka.
Salam lestari,
Asep Kambali

http://www.mail-archive.com/jaker@yahoogroups.com/msg00432.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar